Masbro/mbaksist yang ganteng2 dan cantik2 semua, bagi yang tinggal diperkotaan seperti Jakarta, Bandung, dan kota-kota besar lainnya, tentu sudah akrab dengan kemacetan. Disamping sebab-sebab yang lain, sebab yang dituding sebagai biang keladi adalah angkot yang semerawut, baik pengelolaannya, maupun prilaku sopir angkot yang tidak jarang bikin kita jengkel. Berhenti tanpa menyalakan lampu isyarat, dan yang paling sering berhenti di tempat yang tidak semestinya. Jalan RE. Martadinata disamping Mall BIP seperti sudah menjadi kandang angkot. Nah dari situ seringkali kita dengar ungkapan orang mengenai angkot “Ya maklumlah, pendidikannya tidak tinggi (rendah)”.
Sebetulnya ungkapan itu (“ya maklumlah, pendidikannya rendah”) menurut penulis adalah salah sama sekali. Ke-salah kaprah-an yang justru memperburuk keruwetan lalu lintas.
Kenapa ? Begini penjelasan penulis.
Dari ungkapan itu penulis ingin menanyakan 2 pertanyaan :
- apakah untuk menjadi baik (bersikap baik) dalam berlalu lintas itu butuh pendidikan (formal) yang tinggi ?
- jika iya, kenapa koruptor-koruptor itu tetap saja merajalela padahal mereka juga berpendidikan tinggi dan tahu benar perbuatannya akan merugikan banyak orang ?
Kalau penulis boleh menyanggah,
untuk berbuat baik itu tidak butuh pendidikan yang tinggi, tidak butuh harus lulus SMA atau harus sarjana. Tetapi butuh keinginan kuat dan kemauan untuk berubah.
Tentu saja berbuat baik dalam hal ini adalah “mencoba tidak merugikan orang lain”, karena inti dari berlalu lintas menurut penulis adalah hal itu.
Tertib berlalu lintas, mematuhi rambu-rambu itu ujung-ujungnya adalah tidak merugikan orang lain sebagai sesama pengguna jalan. Menghindari kecelakaan ? Kecelakaan kan pasti merugikan pihak-pihak yang terlibat. Dan dengan kecelakaan biasanya arus juga tersendat bahkan macet. Merugikan orang lain juga kan ? Tidak hanya yang terlibat. Justru lebih luas lagi.
Oke, kembali ke ungkapan salah kaprah tadi.. Orang-orang dulu juga pendidikannya gak tinggi-tinggi kok, tapi mereka bisa tahu mana yang pantas dan tidak pantas, dan kemudian ada kemauan kuat untuk melakukan hal yang pantas dan menghindari hal yang tidak pantas (bukan hanya sekedar boleh dan dilarang).
Dan yang lebih parah, ungkapan salah kaprah tadi justru jadi alibi untuk berbuat seenaknya. “Lah saya kan sopir pendidikannya rendah pak, ya wajar donk gak ngerti apa-apa” Nah loh..bumerang kan..padahal mereka paham kok rambu-rambu utama.
Oleh karena itu, marilah kita mencoba merubah kesalahkaprahan, merubah mind set yang salah, agar bisa mewujudkan lalu lintas yang tertib dan bermartabat.
Semoga bermanfaat
Salam
berhenti seenaknya dibilang pendidikan rendah, lha yg pendidikan tinggi malah nutup jalan atau sering menghalau pemakai jalan yg lain karena dia mau lewat…
sebenernya sama saja.. pendidikan tinggi belum tentu lebih baik…
Betul setuji banget..mind set yg salah kalo pendidikan (formal) rendah dijadikan ‘alibi’
kamsude Presiden lewat gitu ? 😀 cuma ada di komik Pejabat yang ga ngrepotin rakyat jelata. nais post. like this
Ada kang..pejabat jaman dulu 🙂
Angkot semrawut kita-kita juga berperan (inget pas masih ngangkot paling males nunggu di halte) T_T
Betul om..seringkali kita sbg penumpang malas utk ke t4 pemberhentian angkot/bis, shg mau gk mau angkot brentinya dimana calon penumpang berdiri
lha di indonesia cuma ada HAK ASASI manusia belum pernah denger KEWAJIBAN ASASI manusia.
ya wajar aja itu kan hak mereka, mau apa aja ya hak mereka, kalo gak mau di atur ya hak mereka, mau merugikan orang lain ya hak mereka, mau bunuh orang pun ya hak mereka, mau korupsi ya hak mereka, mau nutup jalan ya hak mereka, mau kayak hewan ya hak mereka.
Hmmm iya juga masbro..jrang orang nuntut hak dgn menyertakan bukti kewajibannya sdh dipenuhi, aplg yg namanya hak asasi
Ini masalah etika sopan santun , pendidikan ada pengaruhnya tp tdk mutlak . Tdk benar pendidikan rendah dijadikan alasan untuk melakukan pembenaran tindakan semau sendiri . Pendidikan etika sdh ada sejak tk , sd dst . Bahkan lwt pergaulan sosial . Ini masalah moral dan mental !
Dulu (katanya) ada mata pelajaran Budi Pekerti, tp ditiadakan, sy sendiri hanya mendengar tp gk pernah tau spt apa itu, pdhl nurutku itu penting
mungkin emang para supir angkot itu pendidikannya rendah, tapi kalo mobil2 menengah ke atas yang dimiliki oleh mereka yang berdasi dan berkerah putih itu tidak enteng saja buang sampah dari balik kaca mobil saat sedang melaju, nah ane baru sepakat omongan “maklum pendidikannya rendah”
Mobil bagus pendidikannya rendah, sptnya SIMnya nembak masbro
Etika tertinggi di jalan adalah saat keinginan untuk berbagi jalan lebih dominan dibandingkan ego pribadi… let’s share the road…
Salam kenal
🙂
Setuju masbro, lebih advance dr sekedar taat peraturan.. salam kenal jg masbro..thx udah mampir di blog ane yg ala kadarnya 🙂
kadang akal sehat kalah sama Nabsu Mas Bro..
Polisinya(yg pinter) gak pernah mau ngajarin, taunya minta duit doang..
Gk minta duit neng..tp sering minta brentiin kendaraan..:D
yups.. mari dimulai dari diri masing2.. nice artikel mas bro.. spertinya sistem pendidikan dinegeri ini jg krg mendukung..
Hanya melahirkan lulusan yg pinter akademis doank
sopir angkot ngetem di sembarang tempat karena pendidikannya rendah ? lha penumpang orang kantoran yang pendidikannya tinggi nggak mau nunggu di halte. kalo semua penumpang nunggunya di halte, nggak bakalan ada angkot ngetem di sembarang tempat. mau ngetemin apa ? kalo penumpangnya mau bersabar turun ditempat yang semestinya, nggak bakalan ada angkot berhenti mendadak buat turunin penumpang
Betul sekali..saling mendukung, tp kondisinya lebih parah kalo dibandung, lampu merah samping BIP jadi kandang angkot, bukan nunggu penumpang, lah wong parkir
lha… emank nya itu koruptor beneran pendidikan tinggi? ijasah aja juga boleh korupsi kaleeee….
Nyindir artis yg pernah nyalonin calon bupati sukabumi nih..pas diminta ijasah gk ngasih2 xixixi
Yah jujur aja, mungkin supir-supir angkot itu juga dari kecil hidup keras di jalanan. So kalo berharap budi pekerti mereka baik, yah susah juga. Tapi ini mungkin yak.
Namun intinya adalah penegakan hukum. Nah sekarang aparatnya cuman mau kalo ada duitnya. Coba kalo angkot berhenti sembarangan, apakah bakal kena tilang? Coba bandingkan dengan mobil pribadi or motor, langsung prit, karena ada duit.
Jadi sudahlah mengharapkan supir angkot sadar bahwa berhenti sembarangan itu salah, percuma. Ketegasan aparat adalah satu-satunya jalan supaya supir angkot itu sadar bahwa mereka salah. Walaupun kalo benar-benar diterapkan, mungkin angkot bisa habis dari jalanan dan kantor polisi tidak muat buat taro angkot yang melanggar. Tapi mo gimana lagi, tanpa ketegasan aparat, jangan berharap kendara umum kayak angkot, metromini dan kopaja bisa tertib berlalu lintas. Butuh Revolusi…
Btw, buat yang di Jakarta, TransJakarta pun juga sering melanggar lampu merah, belok seenaknya, potong jalur kagak lihat2 (mentang2 bodi-nya gede). Jadi bukan cuman angkot, metromini, kopaja aja yang seperti itu. Bahkan Trans Jakarta juga sama mentalnya. Tanya Kenapa?
Wow..setuju.. very good opinion masbro..jadi memang lebih tepatnya kerasnya kehidupan ditambah kurang ditegakkannya aturan..bukan pendidikan (formal) yg rendah..thx opininya
“jika iya, kenapa koruptor-koruptor itu tetap saja merajalela padahal mereka juga berpendidikan tinggi dan tahu benar perbuatannya akan merugikan banyak orang ?”
ada yang lulus SMA aja, ada yang beli ijazah…sama2 rendahnya dengan sopir angkot
pendidikan rendah tak bisa dijadikan alasan, it’s a bullshit 👿
Kalo dprd mungkin msh bs beli ijazah, tp kalo dpr pusat udah susah, pasti ketahuan krn byk yg menyorot, tp ya tetep aja kelakuan tdk mencerminkan pendidikan
di DPR banyak lho yang masih SMA, kan boleh tuh pendidikan minimal SMA…….
terus, jaman2nya masih jadi calon legislatif sih……bisa2 aja beli ijazah 😆
Iya jg sih..kan syaratnya cuman lulus SMA ya