Banjir Jakarta, Memberi Pelajaran Yang Sangat Berharga

Turut berduka untuk seluruh warga Jakarta yang mengalami bencana banjir yang belum surut sepenuhnya hingga tulisan ini dibuat.

banjir

Bencana ini bisa dibilang sebagai bencana nasional. Karena di samping Jakarta adalah pusat pemerintahan, Jakarta juga pusat bisnis di negara kita. Tak pelak banjir Jakarta pasti akan menpengaruhi dunia usaha juga. Tetapi bencana tinggalah bencana dan akan terus terulang jika kita tidak mampu mengambil pelajaran dari bencana yang kita alami. Tentu semua paham, bahwa dibalik bencana pasti ada hikmah yang bisa diambil. Bahwa sebagai manusia kita harus bisa merobah agar tidak terulang lagi.

Oke..kali ini penulis tidak akan membahas bagaimana solusinya, karena di samping bukan ahlinya, mengenai solusi baik jangka pendak maupun jangka panjang sudah banyak dibahas. Penulis ingin membahasnya dari sisi humaniti, dari sudut pandang sebagai elemen masyarakat pada umumnya.

Kalau kita lihat bersama masbro/mbaksist, bencana banjir Jakarta ini menimpa seluruh level masyarakat. Dari yang tinggal di kompleks ekonomi lemah, sampai kompleks elit sekalipun, kena dampak langsungnya. Baik yang tinggal perumahan bergang-gang kecil maupun kompleks yang tertata rapih. Bahkan yang tinggal di gedung tinggi seperti rumah susun dan apartemen juga turut menderita akibat banjir.

Betapa tidak, walaupun yang tinggal di lantai atas apartemen tempat tinggalnya tidak tergenang banjir, atau yang tinggal di lantai atas rumah susun, tetap saja menderita juga karena terisolir tidak bisa beraktifitas kemana-mana terhalang banjir. Banjir yang mengelilingi seluruh area perumahan, kompleks apartemen, kompleks rumah susun, praktis memutus semua akses masuk dan keluar, kecuali harus menggunakan kendaraan khusus air seperti perahu yang tentu tidak akan bisa memenuhi kebutuhan untuk aktifitas harian. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan pokok makan.

Nah…di sini brosist, ada pelajaran yang sangat berharga.

Bahwa kita tidak bisa begitu saja cuek terhadap lingkungan, walau kita sendiri sudah memelihara lingkungan dengan membuang sampah pada tempatnya.

Bahwa kita tidak bisa mengambil sikap “yang penting saya tidak ikut-ikutan buang sampah sembarangan” dengan beralasan bahwa kita tinggal di gedung yang cukup tinggi, atau dengan membangun fondasi tempat tinggal 1-2 meter lebih tinggi dari jalan.

Bahwa kita juga harus perduli, untuk saling mengingatkan saudara kita, tetangga kita, teman kita, agar mereka tidak buang sampah sembarangan, agar memelihara lingkungan. Karena jika kita cuek, walau kita tidak ikut melakukan kerusakan lingkungan, dampaknya akan terkena secara merata seperti banjir.

Benarlah apa yang disebutkan pepatah dalam agama (Islam) “Takutlah kalian akan azhab yang tidak hanya menimpa orang-orang yang berdosa saja (melainkan azhabnya merata)“. Sekilas ungkapan itu terdengar tidak adil, karena yang tidak berdosa kena dampak. Tetapi di dalamnya terdapat makna/spirit untuk ikut sama-sama menjaga (dalam hal ini lingkungan). Yang tidak ikut berdosa kena dampak, karena bersikap cuek, merasa sendiri sudah melakukan hal benar, tetapi tidak mencegah saudaranya dari berbuat yang tidak benar. Ada kewajiban di situ yang tidak ditunaikan, yaitu kewajiban untuk terus menerus saling mengingatkan.

Ya..penulis tidak menampik, bahwa unsur “buang sampah sembarangan” bukan menjadi sebab satu-satunya bencana, curah hujan yang tinggi, air laut yang sedang naik sehingga tidak mampu menampung luapan air dari darat, juga menentukan. Tetapi dari bencana ini ada warning dari alam atau Sang Pencipta melalui alam, bahwa kita tidak bisa bersikap “benar sendirian”, harus ada upaya bersama. Harus terus diupayakan mengkampanyekan sikap yang benar, dan mencegah bersama-sama sikap yang kontra produktif. Jika dalam Islam ada istilahnya Amar ma’ruf nahi munkar.

Last..penulis berharap dengan sangat, pemerintah tidak hanya memberikan solusi-solusi teknis bagi banjir Jakarta, melainkan juga mampu membangun masyarakat yang lebih perduli pada lingkungan. Karena solusi-solusi teknis hanya akan menanggulangi atau mencegah banjir yang sifatnya sementara. Untuk solusi yang berkesinambungan dan permanen, perlu pembangunan karakter manusia yang menjadi penghuninya. Dan building character ini tugas pemimpin sepenuhnya.

Semoga bermanfaat.

Wassalam

About boerhunt

Hanya sekedar ingin menuangkan corat coret, punya hobby olahraga, otomotif, IT world, nature, tapi blog ini lebih byk penulis dedikasikan untuk otomotif terutama roda dua
This entry was posted in Uncategorized and tagged , , , . Bookmark the permalink.

20 Responses to Banjir Jakarta, Memberi Pelajaran Yang Sangat Berharga

  1. rusmanjay says:

    sip……
    solusi teknis saja tidak cukup.

  2. Aa Ikhwan says:

    pelajaran berharga yang berulang 😀

  3. upaya pemerintah gak akan berhasil tanpa dukungan warganya….
    harus saling membantulah
    😀

  4. Amama Ali says:

    saat tinggal di daerah sawah besar, paling sebel lihat selokan dan kali yang penuh sampah dan dangkal.
    Tiap ngomong ke pak RW, untuk ngajak warga kerja bakti pas hari minggu. selalu dijawab, mana mau bang, orang sini klo gratisan mana ada yang berangkat. :ROLL:

    • boerhunt says:

      nah itu dia.. kewajiban pemimpin skrg harus bisa mendorong, mengorganisir, membangkitkan semangat (ke arah yg baik) bukan sekedar fungsi administratif, toh bukan lagi model diktator, tetapi demokrasi berdasarkan dipilih secara mayoritas

  5. ipanase says:

    bukan penghuni pulau jakarta

  6. Aan says:

    Semangat gotong royong masyarakat kita di kota2 besar sudah semakin terkikis,sehingga hampir2 setiap kegiatan diperhitungkan dengan materi(uang).

  7. arifudin says:

    bnyak ladies malam dr tmpt hiburan blm mandi wajib mungkin ma penikmat yang lain2.

  8. capung2 says:

    terlalu kompleks memang kalau membicarakan banjir di negeri ini… Salam kenal sob !

  9. kasamago says:

    bgitulah selain lingkungan, ‘pembangunan’ kota jg wajib ditata lg..

    keknya rencana Deep Tunnel emng perlu di dkng penuh, kota chicago yg jg sering langganan banjir, udah sukses dg proyek DT nya..

Tulisa balasan | Leave a reply