Assalamu’alaikum dan salam sejahtera masbro/mbaksis..
Kali ini kita sejenak meninggalkan hiruk pikuk lalu lintas atau dunia otomotif. Penulis mendapatkan sebuah kisah yang unik. Yaitu ketika mantan pegolf pro dunia menjadi seorang caddy ! Ternyata di dalamnya ada sebuah pelajaran yang bisa dipetik. Toh pelajaran tentang hidup bisa diambil dari mana saja kan .. :mggreen
Doi adalah Meaghan Francella asal New York, Amerika Serikat. Doi memulai karir profesionalnya di LPGA (Ladies Professional Golf Associates) di tahun 2006 setelah doi lulus Qualifying School, walau di 2006 itu belum full. Baru setelah memberikan prestasi yang cukup menjanjikan dengan menduduki posisi kelima pendapatan (dari turnamen yang diikuti) di akhir musim 2006, berhasil mendapatkan posisi penuh di LPGA Tour 2007. Dan di tahun 2007 berhasil memenangkan MasterCard Classic setelah mengalahkan Annika Sorrenstam, kalau gak salah ketika itu Annika berada pada puncaknya sebelum kehadiran pegolf-pegolf wanita Asia yang sekarang mendominasi LPGA, god job asians, terutama Korea, China dan Thailand (Thailand tidak jauh kondisinya dengan Indonesia, bahkan sering kudeta dalam kancah politik, tetapi prestasinya mendunia, Indonesia ? miris…).

Meaghan Francella memenangkan kejuaran MasterCard Classic 2007, setelah babak play off mengalahkan Annika Sorenstam (source : nytimes.com)
Setelah kemenangan tersebut dan beberapa kali finish 10 besar dalam beberapa turnamen Major LPGA, prestasinya mulai menurun. Bahkan harus mengikuti kembali Qualifying School jika ingin kartu LPGA Tournya ingin tetap dipertahankan. Namun semakin dia berusaha dengan keras, justru prestasinya untuk mempertahankan kartu pro LPGA Tournya makin merosot, dan akhirnya kehilangan status penuhnya sebagai pro LPGA. Bahkan hingga jatuh karena menangis tersedu-sedu karena kecewa. (Di sinilah memang terlihat, golf adalah permainan tentang mindset dan permainan mental. Berbeda dengan olahraga lain yang cendurung lebih banyak fisik. Walaupun fisik juga perlu untuk menjalani permainan yang harus dijalani oleh pro 3-4 hari berturut-turut dalam sebuah turnamen. Penulis sendiri sering main bola, bahkan rutin futsal aktif seminggu sekali bergerak aktif di lapangan, tapi untuk menjalani 4 hari berturut turun di lapangan golf, paling bertahan 2 hari saja, selebihnya mungkin asal mukul, tingkat lelahnya berbeda).
Tetapi yang unik, di saat akhir dia kehilangan kartu di pro-nya, justru dia nampak lebih rileks dibanding ketika dia bermain buruk sebelum-sebelumnya. Dia hanya berujar : “There were no tears, and it was like, I’m done and I’m O.K. with being done, I was almost relieved”. (tidak ada tangisan, ini seperti.. Sudah cukup sampai di sini dan saya baik-baik saja dengan hasil ini). Ada perubahan secara mental. Ternyata doi sudah memiliki rencana perubahan dalam karirnya.
Dan tak lama sesudah itu, ternyata doi berganti peran, walau masih di dunia golf, ternyata doi berganti peran menjadi Caddy !

Secara mengejutkan, ternyata Francella menjadi caddy pegolf wanita papan atas Paula Creamer pada turnamen LPGA Championship (source : nytimes.com)
Bagi yang belum mengetahui, mungkin pekerjaan caddy sepertinya hanya membawa tas, mengambilkan club/stick golf dan membersihkannya. Sepertinya.. padahal tidak. Membawakan tas dan mengambilkan serta membersihkan club/stik golf itu pekerjaan paling mudah dari seorang caddy yang harus dilakukan, ada tugas terberatnya ada pada dimana dia dibayar mahal oleh pegolf (profesional), pertama memastikan pegolf yang ditemaninya mengikuti aturan yang telah diatur oleh standar aturan (ada dua R&A – Eropa, dan USGA – Amerika dan sekitarnya). Jadi seorang caddy harus tahu detil seabrek aturan yang dikenakan pada saat turnamen, dan dari situ memberikan saran yang tepat. Karena jika tidak, jika sampai pegolf melanggar peraturan, bisa terkena penalti atau malah diskualifikasi, biasanya diskualifikasi. Dan itu artinya bagi pegolf pro kehilangan uang pendapatan (dalam tahap tertentu seluruh peserta turnamen mendapatkan uang dengan jumlah sesuai peringkat pada turnamen itu, jadi tidak hanya juara pertama sampai ketiga saja yang dapat uang hadiah, jika didiskualifikasi uangnya hangus). Dan fatalnya, kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan caddy pun dibebankan ke pegolf-nya.
Selain itu caddy juga harus paham karakter lapangan dan karakter serta kemapuan pegolfnya sendiri, dengan itu dia akan mampu memberikan advice yang benar stik apa yang akan digunakan, bagaimana pukulannya, dan arahnya kemana. Berat ya tugasnya.. makanya dibayar mahal juga.. hehehe. Dan biasanya peran caddy dipakai para calon pegolf muda yang sedang belajar jika turnamennya tidak terlalu besar. Banyak pegolf pro yang memulai karirnya dari menjadi caddy. Sayangnya mayoritas di Indonesia, bahkan orang di luar golf, menganggap caddy hanya seperti pesuruh. 😦
Nah..kembali ke Meagan Francella… Penulis dan sebagian besar orang menganggap ini sebuah keputusan yang jarang diambil dalam dunia golf. Dari pegolf pro dunia menjadi caddy. Terutama dari sisi gengsi. Walaupun peran caddy bukan peran kecil dan remeh, tidak seperti anggapan umum seperti pesuruh, tetap saja posisi Meagan tadinya adalah pegolf pro dunia, bahkan pemain Major Tour. Lain halnya kalau pegolf tingkatan biasa. Caddy-nya pegolf papan atas seperti caddy-nya Tiger Woods juga tadinya pegolf juga, tetapi tidak sampai level tertinggi, sehingga keputusan menjadi caddy pegolf pro lain bukan masalah. Mungkin jika kebanyakan orang lain, dalam posisi Meagan akan mengambil keputusan meniti karir diluar golf, demi gengsi 🙂 .
Bahkan menurut Meagan sendiri berujar : “It was a real adjustment for me in the beginning, because a lot of people asked me what I was doing” (Ini perubahan yang drastis di awalnya, karena banyak sekali orang mempertanyakan apa yang saya lakukan (thd karir)). Tetapi kemudian terkuak alasan terpenting dia kenapa mengambil keputusan drastis. Katanya selanjutnya ..“I told them I haven’t been happy and I wanted to try something different.” (Saya katakan pada mereka, saya tidak pernah bahagia (dengan karir saya sebelumnya), dan saya sedang mencoba sesuatu yang berbeda).
Dia juga mengatakan “Jika sebelumnya, jika saya berada finish di urutan ke 10, saya menyesalkan kenapa tidak bisa ke 5, jika saya bisa memukul 68 pukulan, kenapa saya tidak bisa memukul 66 pukulan (makin sedikit makin bagus). Saya tidak bahagia dengan itu, dan saya terlalu keras pada diri saya”. Dan saat ini doi cukup enjoy dengan perannya sebagai caddy, bahkan bisa menangis bahagia ketika pegolf yang didampinginya menjuarai turnamen dengan dampingannya. “karena saya bisa mewujudkan seseorang menggapai mimpinya – memenangkan turnamen”.
… I am very happy for you too Meagan…really..
Hmm.. ada dua pelajaran penting dari kisah Meagan ini.. pertama.. tentang gengsi.. Terkadang bahkan sering, kebanyakan orang mengutamakan gengsi dalam hal atau cara yang tidak pada tempatnya. Apa yang dilakukan Meagan adalah sebuah terobosan dan membuka mata bagi banyak orang.
Kedua adalah tentang mengejar kebahagiaan. Seringkali pencapaian kesuksesan tidak menjamin seseorang bisa bahagia. Apalagi ketika yang dicapainya seringkali dibawah harapannya. Semakin dipaksa, semakin sulit untuk dicapai. Sehingga ada saatnya kita perlu rileks, dan kemudian merenung, apa yang sebenarnya kita cari, apakah yang ditempuh sekarang sudah benar, atau memang bukan yang seharusnya dilalui. Dan nampaknya ini yang sudah dilakukan oleh Meagan sebelum memutuskan merubah karirnya.
Dan ada satu lagi mungkin pelajaran yang tidak kalah penting, kebahagiaan mungkin tidak hanya ketika kita mencapai kesuksesan dari usaha kita, tetapi juga ketika bisa membantu orang lain mencapai kesuksesan itu.
Semoga bermanfaat.
Wassalam
*) jika ada kritik, saran atau masukan, silahkan hubungi di nice_guy2208@yahoo.com
hidup adalah untuk belajar…apapun itu..
yup.. betul sekali
semakin bertumbuh
http://orongorong.com/2014/11/25/gamblang-sudah-bagaimana-kawasaki-ninja-150-4-tak/